Nasional

Sekjen PUI Raizal Arifin, Pancasila: Bukan Hanya Sekedar Wacana Tetapi Praktik Nyata di Masyarakat

FAJARNUSANTARA.COM,- Sekjen Persatuan Umat Islam (PUI), setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati hari kesaktian Pancasila. Kamis 1 Juni 2023.

Gagasan yang dijabarkan oleh Bung Karno ini telah menjadi konsensus nasional yang menjaga persatuan kita sebagai satu bangsa, meskipun dengan banyak perbedaan.

Bahkan, sejak 2016, hari kesaktian Pancasila telah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Namun, masih ada sebagian masyarakat yang merasa bahwa Pancasila hanya menjadi wacana belaka.

Lalu, bagaimana caranya agar Pancasila tidak lagi sekadar menjadi wacana?

Sebagai konsensus nasional, Pancasila memiliki posisi strategis yang menentukan keutuhan bangsa.

Upaya untuk mengubah atau mengurangi pentingnya Pancasila akan berujung pada perpecahan bangsa.

Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai pengikat, tetapi juga harus menjadi arah atau orientasi dalam setiap usaha untuk mengisi kemerdekaan dan mewujudkan kejayaan Indonesia.

Dalam Preambule UUD 1945, terdapat poin-poin yang mencantumkan cita-cita kemerdekaan.

Sayangnya, sering kali orang melupakan posisi Pancasila dalam Preambule tersebut.

Sebelum mencapai poin-poin cita-cita kemerdekaan, terdapat kalimat pengantar yang menyebutkan “Yang berdasarkan kepada….”.

Hal ini mengindikasikan bahwa Pancasila adalah prasyarat yang harus terwujud sebelum cita-cita kemerdekaan dapat dijalankan.

Inilah bentuk operasionalisasi Pancasila. Setiap warga negara, terutama pemerintah, harus menciptakan kehidupan masyarakat Indonesia yang berketuhanan, berprikemanusiaan, beradab, bersatu, dan berkeadilan sosial. Ini tidak hanya mencakup aspek materi, tetapi juga budaya dan kebiasaan masyarakat.

Dengan suasana seperti itu, kita akan lebih mampu menjalankan cita-cita untuk melindungi semua tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjaga ketertiban dunia.

Jika kita tidak menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai prasyarat kondisi yang hidup dan lestari di tengah masyarakat, itu adalah salah kaprah.

Mungkin kita bisa memiliki sistem pendidikan yang canggih, tetapi jika tidak ada nilai-nilai ketuhanan, persatuan, keadilan, dan sebagainya, itu bukanlah tujuan Indonesia.

Begitu pula dengan kemajuan teknologi, infrastruktur, kedokteran, hukum, dan lainnya, semuanya akan meleset dari tujuan Indonesia jika tidak ada landasan nilai Pancasila.

Apakah kita telah menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi budaya dan kebiasaan? Di Jepang, anak-anak dilatih dan diberi kebiasaan untuk sigap dan responsif saat terjadi bencana,

sehingga tidak ada kerumunan manusia yang keluar dari rumah atau gedung saat terjadi gempa. Apakah anak-anak Indonesia sudah diajarkan, dilatih, dan sering berlatih untuk menerapkan.***

Enceng Syarif Hidayat

Enceng Syarif Hidayat adalah seorang jurnalis yang aktif liputan di Sumedang, Jawa Barat. Enceng mengawali karirnya di dunia jurnalistik dimedia lokal online Sumedang. Liputan utamanya di wilayah Barat Sumedang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button