FAJARNUSANTARA.COM, JAKARTA – Dalam waktu beberapa pekan ini, para pengusaha tahu dan tempe, menjerit lantaran melonjaknya harga beli kedelai. Dimana untuk saat ini, harganya meroket hingga 35 persen atau hingga Rp9.500-Rp10.000 dari harga sebelumnya kisaran Rp7.000-Rp7500 perkilonya.
Menyikapi kondisi ini, Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengerajin Tahu Indonesia (SPTI), Fajri Safii menilai bahwa ada potensi kartel dalam membuat harga kedelai ini melonjak dari harga sebelumnya.
Melonjaknya harga kedelai sebagai bahan pokok tempe dan tahu itu, kata dia, dinilai akan meruntuhkan sikap nasionalis dan kebanggaan terhadap budaya bangsa. Mengingat, katanya, tempe dan tahu merupakan makanan pokok bangsa Indonesia yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
“Dengan kondisi ini, pemerintah perlu turut tangan dalam pengendalian harga ini, bukan hanya memberi fasilitas impotir untuk melakukan monopoli harga atau kartel,” katanya, Sabtu (2/1) seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Pihaknya pun menduga, pemerintah seperti tidak mengambil sebuah tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai ini. Dan bila melihat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Import Kedelai dalam Rangka Stabilitas Harga Kedelai, kata Fajri, peraturan itu dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru.
“Jadinya menyebabkan importir lama semaunya menetukan harga dan melakukan kesepakatan harga atau juga dengan kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Ini kan jelas bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat,” tuturnya.
Diketahui, beberapa pekan ini harga kedelai melonjak 35 persen dari harga sebulan sebelumnya, melonjaknya harga hingga Rp9.500-Rp10.000, dari harga sebelumnya dikisaran Rp7.000-Rp7500 per kilonya.
Ini menyebabkan para pengerajin tahu mogok produksi tahu karena tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal. (**)