PP Kebiri Kimia, Diharap Beri Efek Jera Para Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak
FAJARNUSANTARA.COM, JAKARTA – Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia) diharap dapat memberi efek jera kepada para pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul.
Seperti diungkapkan Deputi Perlindungan Anak pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar. Menurutnya, kekerasan seksual terhadap anak harus dapat penanganan secara luar biasa. Salahsatunya, dengan melakukan kebiri kimia terhadap pelaku yang dinilai telah merusak masa depan bangsa.
“Kami menyambut gembira ditetapkannya PP tersebut, diharapkan dapat memberikan efek jera para pelaku persetubuhan dan pelaku tindak pencabulan,” ujarnya, Senin (4/1) seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual merupakan kejahatan serius dan mengingkari hak asasi anak. Dampaknya pun menimbulkan trauma bagi korban dan keluarga, hingga menghancurkan masa depan anak, serta mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Disebutkan, laporan dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada periode 1 Januari 2020 hingga 11 Desember 2020, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia mencapai 5.640 kasus.
“Maka dari itu, pemerintah harus terus mengupayakan agar anak-anak bangsa ini dapat terlindungi dari setiap tindak kekerasan dan eksploitasi melalui sejumlah peraturan perundang-undangan,” harapnya.
Dalam PP tersebut disebutkan, pelaku kekerasan seksual kepada anak, terdiri dari pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul. Maka, tindakan kebiri kimia yang disertai rehabilitasi hanya dikenakan pada pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kemudian untuk tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan pengumuman identitas pelaku, diberikan baik kepada pelaku persetubuhan maupun cabul.
Dijelaskan Nahar, tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dalam PP itu, dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Hal itu dilakukan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
“Pelaku dapat diberikan tindakan kebiri kimia bila kesimpulan penilaian klinis menyatakan, pelaku persetubuhan layak dikenakan tindakan kebiri kimia. Pelaku tidak semata-mata disuntikkan kebiri kimia, tapi harus disertai rehabilitasi untuk menekan hasrat seksual berlebih pelaku, agar penyimpangan seksualnya bisa hilang,” tuturnya. (**)