PB HIMA PUI Tolak “Pendidikan Sexual Consent”

FAJARNUSANTARA, JAKARTA – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (PB HIMA PUI) membuat pernyataan sikap terkait kontroversi mengenai “Pendidikan Sexual Consent” (Pendidikan berhubungan seksual atas dasar persetujuan, suka sama suka), dalam menekan angka kejahatan seksual di lingkungan kampus dan masyarakat.
Sebagai organisasi mahasiswa yang peduli terhadap problematika generasi bangsa, PB HIMA PUI menyatakan pandangan kritis bahwa Indonesia merupakan negara hukum berasaskan Pancasila. Dimana nilai keagamaan, menjadi bagian integral yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat.
“Pendidikan seksual berbasis ‘consent’ atau persetujuan, berangkat dari paradigma bahwa setiap orang memiliki hak seksual yang hanya dibatasi oleh consent. Paradigma tersebut jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menjadikan hak seksual terbatas pada koridor pernikahan. Paradigma yang bertentangan secara fundamental dengan nilai Islam tersebut juga sekaligus bertentangan dengan Pancasila (Sila Pertama) dan UUD NRI Tahun 1945 (pasal 31 ayat 3),” kata Yusuf Islahuddin Kholid Sekretaris Jenderal didampingi Ketua Bidang Kajian Strategis Muhammad Syauqi Hafiz, B.A dalam rilis yang diterima Fajarnusantara.com
Menurutnya, nilai yang diadopsi dari materi Comprehensive Sexuality Education (CSE), merupakan upaya untuk menormalisasi pendidikan seksual berdasarkan kesepakatan (suka sama suka). Paradigma ini, kata dia, banyak ditentang lembaga pemerhati keluarga di seluruh dunia, karena bukan pencerdasan terhadap bahaya kekerasan seksual yang didapat. Akan tetapi, menyebabkan maraknya perbuatan perzinahan atau free sex yang berujung kehancuran generasi bangsa.
Kemudian, pendidikan Sexual Consent bukan merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi kejahatan seksual di masyarakat. Menurutnya, diperlukan adanya tindakan preventif melalui kesigapan dalam mengidentifikasi kondisi atau perbuatan yang dapat mengundang kejahatan seksual.
“Seperti mengajarkan safe behavior, pencegahan tindakan seksual menyimpang seperti LGBT dan perzinaan, dan yang paling utama adalah peningkatan iman, takwa dan akhlak mulia,” katanya.
Kemudian, lanjut Yusuf, berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 54, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Maka dari itu, PB HIMA PUI yang menggiatkan nilai perbaikan keluarga (Ishlahul ‘Ailah), menolak “Pendidikan Sexual Consent” atas dasar persetujuan yang mengabaikan kontrol orang tua dan dapat merusak ketahanan keluarga.
“Serta menyarankan untuk terus menguatkan imunitas seluruh anggota keluarga dari serangan paradigma yang merusak dengan menjaga nilai-nilai keluarga berbasis agama. Diperlukan juga kesinambungan antara keluarga dan institusi pendidikan dalam membentengi pertentangan nilai yang dapat merugikan kepentingan peserta didik,” jelasnya.
Mengingat perlunya kesadaran generasi muda yang mampu selektif dalam adaptasi kebudayaan, tambah Yusuf, PB HIMA PUI menyeru para pemuda dan organisasi-organisasi kemahasiswaan di seluruh Indonesia, untuk bersama-sama mengampanyekan bahaya sosialisasi sexual consent kepada masyarakat lewat berbagai media.
“Sebagai bangsa Indonesia, marilah kita kembali kepada pedoman berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila dan UUD yang mengarahkan kita untuk menjadi SDM unggul dengan tiga misi mulia Pendidikan Nasional (UUD NRI Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3), yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,” tukasnya. (**)