AgamaArtikelKomunitasPolitik

Mengokohkan Dakwah dan Peranan PUI

Oleh: Ajengan KH. Nurhasan Zaidi

Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)

Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan 1445 H, kita perlu merefleksi ulang tentang beberapa hal penting.

Pertama, jadikan Ramadan 1445 H (2024) sebagai momentum untuk mentadabur dan mengevaluasi diri. Ramadan adalah momentum tajdid, memperbaiki berbagai hal yang harus kita perbaiki. Allah mewajibkan kita untuk melaksanakan shaum wajib pada bulan Ramadan untuk tujuan mulia yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Sebagaimana yang tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kedua, aktif menginternalisasi dan menjalankan strategi Ishlah al-Tsamaniyah PUI secara masif. PUI memiliki delapan strategi perubahan yaitu ishlahul aqidah (perbaikan aqidah), ishlahul ibadah (perbaikan ibadah), ishlahul ‘adat (perbaikan adat), ishlahul a’ilah (perbaikan keluarga), ishlahul tarbiyah (perbaikan pendidikan), ishlahul ummah (perbaikan umat), ishlahul mujtama’ (perbaikan sosial kemasyarakatan), dan ishlahul iqtishodi (perbaikan ekonomi).

Delapan strategi tersebut merupakan strategi yang bersifat satu kesatuan yang utuh, sebagai pedoman dalam menjalankan peranan dakwah PUI di berbagai sektornya. Keberhasilan dalam menjalankan satu strategi berdampak baik bagi strategi lainnya. Sebaliknya, bila kita gagal dalam menjalankan satu strategi juga berdampak buruk bagi strategi lainnya.

Baca Juga :  Sosialisasi 4 Pilar, Nurhasan: Pentingnya Revitalisasi Impelementasi Karakter Luhur Pancasila

Ketiga, mendudukkan dakwah dan politik pada tempat dan konteksnya. PUI memiliki startegi perbaikan yang utuh dan saling berkaitan antar satu dengan yang lainnya, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, salah satunya ishlahul mujtama’ (perbaikan sosial kemasyarakatan). Strategi ini mencakup strategi politik. Makna sederhananya, PUI menempatkan politik sebagai bagian dari peranan dakwahnya, dalam artian edukasi politik bukan politik praktis.

Dalam Islam, sebagaimana juga dalam PUI, politik merupakan bagian dari dakwah, bukan sebaliknya. Ulasan ini sangat relevan, karena kita baru saja melaksanakan pemilu untuk pilpres dan pileg 2024. Perbedaan pandangan dan pilihan politik menjadi hal yang wajar di tengah kita. Namun demikian, PUI mestinya konsen pada politik yang mendukung dan beirisan dengan kepentingan atau platform PUI sebagai ormas dakwah pendidikan dan sosial.

Menempatkan dakwah dan politik pada konteksnya membuat kita tidak dijebak oleh kepentingan sesaat. Politik hanyalah sebagian kecil dari dakwah yang kita perjuangkan. Karena itu, kalah dalam politik, misalnya, tidak semestinya membuat kita berhenti berdakwah. Sebab tugas utama kita yang sesungguhnya adalah berdakwah pada berbagai medan yang sudah kita tentukan dan menjadi fokus perjuangan kita, baik perseorangan maupun kolektif untuk mencari keridhoan Allah.

Baca Juga :  DPP PUI Ajak Umat Islam Pilih Calon Pemimpin di Pilkada 2024 yang Bisa Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat

Kita tidak boleh terjebak pada praktik politik yang sudah terkotori oleh virus transaksional, uang dan serupanya. Sekali lagi, politik adalah bagian dari dakwah dalam menegakkan nilai2 Tauhid dan syariatnya. Tapi tidak boleh gegara politik membuat kita tidak bisa menikmati surga Allah. Karena kita terjebak dengan politik curang dan menghalalkan segala cara. Karena itu, dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini tidak boleh menghilangkan semangat kita dalam berdakwah dan menjaga amal ibadah juga peran sosial lainnya.

Keempat, kita harus optimis hadirnya mujaddid (pembaharu) dari rahim PUI. Peradaban umat manusia selalu dipergilirkan, termasuk bagi peradaban yang dipimpin oleh umat Islam. Berkaitan dengan ini kita perlu membaca dan merenungi secara mendalam firman Allah berikut ini, “… Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)… “ (QS. Ali ‘Imran: 140). Pesannya jelas bahwa peradaban dan kepemimpinan akan dipergilirkan. Bukan hal mustahil suatu saat PUI memimpin bangsa dan negara Indonesia.

Baca Juga :  DPP PUI Tegaskan Secara Organisasi PUI Netral dan Tidak Mendukung Cakada Manapun

PUI didirikan pada 21 Desember 1917 silam. Kini PUI sudah memasuki abad kedua. Bahkan pada 21 Desember 2024 nanti PUI memasuki usianya yang ke-107 tahun. Usia yang cukup matang dalam melakukan konsolidasi dan menjalankan peranan dakwah di berbagai sektornya. Abad kedua adalah momentum bagi kita untuk mengokohkan dakwah PUI, termasuk dengan terus menerus melakukan proses kaderisasi dan regenerasi yang berkelanjutan di berbagai levelnya sehingga muncul para mujaddid dari rahim PUI.

Menurut Dr. Yusuf Qordhawi, mujaddid (pembaharu) tidak selalu bersifat perorangan, tapi bisa bermakna kolekitf. Dari rahim PUI bakal lahir mujaddid kolektif yang beragam latar belakang keahlian, profesi dan latar sosialnya. Kita optimis dengan itu, terutama karena kita ditopang oleh prediksi jenial sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat. “Sesungguhnya Allah menutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbaruhi agamanya.” (HR. Abu Daud).

======

*) Disampaikan pada acara Silaturahim Akbar dalam rangka penyambutan Ramadan 1445 H, yang diselenggarakan oleh DPD PUI Kabupaten Cirebon pada Ahad 3 Maret 2024 di Sumber, Cirebon, Jawa Barat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button