DaerahPemerintahanSeni dan Budaya

Festival Budaya Cileles Angkat Kesenian Tradisional Bersama UNPAD

FAJARNUSANTARA.COM- Warga Desa Cileles, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang menggelar Festival Budaya pada Rabu, 23 April 2024. Acara yang berlangsung di Aula Desa Coleles, ini menampilkan beragam kesenian lokal seperti Reak, Jaipongan, Singa Depok, hingga kontes domba Garut.

Festival ini menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya desa sekaligus penguatan identitas masyarakat Cileles. Rabu 23 April 2025.

Hendra S.Ip, M.Si, Dosen FISIP Universitas Padjadjaran yang hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan, potensi budaya di Cileles sangat besar jika dikelola secara berkelanjutan.

“Desa Cileles memiliki sejarah panjang sejak abad ke-16, dan kekayaan budayanya sangat beragam. Kegiatan ini menjadi momentum penting agar warisan budaya tidak hilang,” ujar Hendra saat ditemui usai pembukaan acara.

Dalam festival tersebut, masyarakat menyuguhkan pertunjukan Reak yang memadukan tari tradisional, musik, dan cerita rakyat khas Cileles.

Selain itu, digelar pula Pamidangan Domba Garut, yang mempertemukan puluhan penggiat domba dari berbagai daerah di Jawa Barat.

Hendra menjelaskan, secara geografis Desa Cileles memiliki empat dusun dengan luas wilayah mencapai 310 hektare.

Baca Juga :  Warga Jatinangor Geram Jalan Rusak Diabaikan, Wakil Rakyat Dapil V Diminta Tak Tinggal Diam

“Letaknya yang berada di kawasan pegunungan dengan suhu sejuk sangat mendukung aktivitas budaya dan pertanian,” katanya.

Secara demografis, Desa Cileles dihuni oleh 6.419 jiwa dengan mayoritas usia produktif. Namun, tantangan pendidikan masih menjadi catatan.

“Data menunjukkan sebagian besar warga belum mengenyam pendidikan tinggi. Ini perlu disinergikan dalam program pemberdayaan budaya dan ekonomi,” ujar Hendra.

Festival ini juga memamerkan hasil kerajinan lokal seperti anyaman bambu dan patung kayu. Produk tersebut merupakan karya warga yang sebagian besar bekerja sebagai pengrajin mandiri.

Salah satu pengrajin yang dikenal luas adalah Pak Ohim, pembuat patung penghargaan yang hasil karyanya telah menyebar ke berbagai kota.

“Dengan festival seperti ini, masyarakat Cileles bisa menunjukkan jati dirinya. Budaya itu tidak hanya dipertontonkan, tapi dirawat bersama,” kata Hendra.

Dikatakannya, festival ini bukan sekadar hiburan, melainkan upaya serius mempertahankan jati diri budaya desa.

“Reak bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan. Kami ingin anak-anak tahu dari kecil bahwa mereka punya warisan budaya yang kaya,” kata Ahmad saat ditemui di lokasi acara.

Baca Juga :  Bazar Berseri, Ajang UMKM Cibeusi Dongkrak Perekonomian Lokal

Festival ini menampilkan berbagai pertunjukan seperti Reak, seni ketangkasan domba, permainan karinding, dan pameran UMKM lokal. Setiap RW di Desa Cileles diketahui memiliki komunitas Reak sendiri, yang aktif melakukan latihan dan pertunjukan rutin.

Salah satu penggiat seni Reak dari RW 08, Haji Darsa, menyebutkan bahwa semangat masyarakat dalam menjaga budaya lokal masih tinggi.

“Anak-anak di sini mulai tertarik belajar Reak. Kami dari komunitas seni ikut mengedukasi mereka secara rutin,” ujarnya.

Pemerintah desa juga berencana mengintegrasikan materi budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah dasar. Menurut Ahmad, hal ini penting agar nilai-nilai budaya tidak hanya hidup di panggung, tapi juga di ruang kelas.

“Kalau tidak dari sekarang, siapa lagi yang akan menjaga ini semua nanti?” kata dia.

Selain pertunjukan, festival juga menjadi ajang diskusi antara penggiat seni dan pemerintah desa terkait kendala pelestarian budaya. Salah satu isu yang mencuat adalah distribusi bantuan ternak domba untuk komunitas seni ketangkasan domba yang dinilai belum merata.

Baca Juga :  DBHCHT 2025, Siapa Saja yang Masih Berhak Dapat BPJS Gratis

Ketua Kelompok Seni Ketangkasan Domba Cileles, Sarnata, berharap pemerintah lebih adil dalam mendukung komunitas budaya.

“Kami butuh bibit domba yang berkualitas agar bisa tetap eksis dan berkembang. Jangan sampai hanya satu-dua kelompok yang dibantu,” ujarnya.

Ahmad memastikan pihaknya akan menampung semua aspirasi. Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan desa.

“Kami terbuka dan bertanggung jawab. Kami akan evaluasi dan perbaiki sistem bantuan untuk semua komunitas budaya,” katanya.

Festival Budaya Cileles menjadi contoh bagaimana budaya lokal dapat hidup berdampingan dengan modernitas. Pemerintah desa berencana mendigitalisasi kegiatan budaya dan memanfaatkannya untuk promosi wisata.

“Kita ingin Reak dan budaya lain dikenal lebih luas, bahkan sampai ke tingkat nasional,” ujar Ahmad.

Dengan dukungan masyarakat, teknologi, dan pemerintah desa, Cileles optimistis menjadi pusat kebudayaan yang tak hanya lestari, tapi juga menggerakkan roda ekonomi lokal melalui seni dan pariwisata.**

Enceng Syarif Hidayat

Enceng Syarif Hidayat adalah seorang jurnalis yang aktif liputan di Sumedang, Jawa Barat. Enceng mengawali karirnya di dunia jurnalistik dimedia lokal online Sumedang. Liputan utamanya di wilayah Barat Sumedang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button